
Ada dua pakar kimia yang terlewatkan oleh para juri komite Nobel Kimia. Satu telah disebutkan namanya: mereka gagal memberikan penghargaan kepada J.W. Gibbs (lihat Penghargaan Nobel Kimia - Bagian Pertama) sebelum dia meninggal. Beberapa tahun kemudian mereka melakukan hal yang sama terhadap kimiawan terkemuka Rusia Dmitri Mendeleev, penemu Tabel Periodik yang sangat penting kegunaannya hingga sekarang (red: lihat kolom Tabel Periodik).
Mendeleev mempublikasikan versi terakhir tabelnya di tahun 1871. Di tahun 1905 dan 1906 sebenarnya dia menjadi kandidat utama penerima Nobel. Tapi ada satu anggota komite Nobel Kimia yang berpendapat bahwa penemuan Mendeleev sudah terlalu lama dan sudah menjadi pengetahuan umum, dan juga bukan hal yang dapat menjadi daya tarik baru. Hal ini sangat janggal, karena Tabel Periodik Mendeleev merupakan dasar bagi banyak penemuan-penemuan baru (dan penghargaan Nobel) hingga sekarang. Akhirnya pada tahun 1906, pakar kimia anorganik Henri Moissan-lah yang memenangkan penghargaan ini dengan selisih satu suara. Rupanya Yayasan Nobel tidak melihat hal tersebut sebagai suatu hal yang ironis dan tidak adil, karena Moissan mendapat Nobel untuk penemuan unsur fluorine, elemen yang telah diprediksi keberadaannya oleh Mendeleev. Seperti yang telah diketahui, pada awalnya, Mendeleev telah mengosongkan beberapa unsur di tabelnya karena saat itu unsur-unsur tersebut belum ditemukan tapi diprediksikan keberadaannya.
Lucunya, Komite Nobel justru memberikan penghargaan Nobel kepada para ilmuwan yang menemukan unsur-unsur alamiah ini. Bukan hanya kepada Moissan, tapi juga Ramsey untuk gas-gas mulia lainnya, juga Marie Curie (Nobel keduanya di 1911) yang menemukan radium dan polonium. Penemu-penemu unsur-unsur alamiah berikutnya (renium di tahun 1925, protaktinium 1917, hahnium 1923) tidak mendapatkan penghargaan Nobel. Hanya dua kimiawan Amerika, Edwin McMillan dan Glenn Seaborg (Nobel 1951) yang menerima penghargaan Nobel untuk penemuan unsur-unsur buatan.
Kasus Mendeleev perlu mendapat perhatian khusus untuk memahami logika yang dipakai oleh komite Nobel Kimia. Jika ditelaah lebih lanjut, kenapa mereka mengatakan karya Mendeleev sudah terlalu lama, mengingat karya Adolf von Baeyer juga ditemukan sekitar tahun 1870-an? Para pendukung Baeyer beralasan bahwa Baeyer tetap mengembangkan penemuannya sampai ketika dia menerima Nobel di tahun 1905. Di tahun 1910, fisikawan Johannes van der Waals dijadikan Nobel Laureate untuk penelitiannya yang dikerjakan di tahun 1870-an juga. Jadi sewaktu dia menerima Nobel di tahun 1910, karyanya sudah berumur 40 tahun. Memang kebetulan dua tahun sebelumnya, fisikawan Belanda lainnya Kamerlingh Onnes berhasil menciptakan daya tarik baru bagi riset van der Waals melalui eksperimen-eksperimennya dengan suhu rendah. Tetapi jika argumen yang diajukan seperti itu, maka kita juga dapat membuat argumen yang sama mengenai karya Mendeleev setelah penemuan elektron oleh J.J. Thomson, karena penemuan itu menciptakan daya tarik baru bagi ilmuwan untuk mempelajari kembali Tabel Periodik Mendeleev.
Kasus Mendeleev ini juga mengangkat isu hangat mengenai soal berikut: siapa yang berhak dihargai, si penemu ide atau orang-orang yang mengeksploitasi ide tersebut? Susah memang menjawab pertanyaan ini dan sejarah Nobel Kimia adalah contoh yang tepat mengilustrasikan masalah ini.
0 komentar:
Posting Komentar